KABUPATEN BANDUNG RIN— Anggota DPR RI Komisi IV Fraksi Partai Golkar, Dr. H. Dadang M. Naser, SH., S.IP., M.IPol, menegaskan bahwa kemandirian pangan bukan sekadar masalah produksi, melainkan menyangkut kedaulatan dan masa depan bangsa. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan reses di daerah pemilihannya, Sabtu (2/8/2025).
Dengan tema "Memperkuat Ketahanan Pangan Nasional melalui Sinergi Kebijakan, Inovasi, Pemberdayaan, dan Penguatan Mental Masyarakat Pertanian", Dadang menekankan pentingnya pembangunan sektor pertanian yang komprehensif dan sinergis.
"Pangan ini menyangkut kedaulatan. Kalau kita masih impor beras, daging, buah, dan susu, artinya kita belum merdeka," tegas Dadang.
Program Bantuan dan Pentingnya Legalitas Kelompok Tani
Selama 10 bulan menjabat, Dadang mengaku telah menyalurkan berbagai program bantuan pertanian, seperti traktor, alat panen, alat tanam, hingga pompanisasi, kepada para petani. Namun, ia mengingatkan agar bantuan tersebut tepat sasaran.
Dadang meminta para penyuluh pertanian untuk memastikan kelompok tani memiliki legalitas melalui sistem informasi penyuluhan pertanian (SIMLUHTAN).
"Saya mohon para penyuluh pertanian untuk memastikan kelompok tani memiliki SIMLUHTAN. Jangan sampai yang bukan petani malah terdaftar dan mendapat bantuan. Ini penting agar program kemandirian pangan bisa tepat sasaran," ujarnya.
Konsep Pertanian Terintegrasi dari Hulu ke Hilir
Dalam paparannya, Dadang mengusung konsep pertanian yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Menurutnya, ketahanan pangan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus ditopang oleh sektor lain seperti ketersediaan air, perikanan, dan peternakan.
"Saya punya konsep komprehensif. Bagaimana air harus tersedia sepanjang tahun. Jangan sampai saat musim hujan banjir, tapi saat musim kemarau kekeringan. Air juga harus dimanfaatkan untuk perikanan dan peternakan," jelasnya.
Ia juga menyoroti masih tingginya ego sektoral antar instansi yang menghambat sinergi. "Ego sektoral antar dinas, dirjen, dan kementerian masih tinggi. Ini harus diakhiri. Program harus saling menunjang," tegasnya.
Sentuhan Kearifan Lokal: "Leuweung Hejo, Rakyat Ngejo"
Dadang juga mengkritik pola pengelolaan hutan yang terlalu sentralistik dan kurang melibatkan masyarakat. Mengutip peribahasa Sunda, "Leuweung hejo, rakyat ngejo. Leuweung ruksak, rakyat balangsak" (hutan hijau, rakyat makan; hutan rusak, rakyat sengsara), ia menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan.
Ia mencontohkan, kawasan Nusantara 8 di Bandung bisa dikembangkan sebagai sentra peternakan dan pertanian berbasis hutan (agroforest).
"Kita harus kembangkan agropers, hutan berbasis pangan. Kita bisa melawan ketergantungan terhadap tepung terigu. Bahkan kopi kita sudah masuk peringkat tiga dunia dari sisi kuantitas, dan nomor satu dari sisi kualitas. Bandung Barat sangat layak jadi pusatnya," tambahnya.
Mengutip Presiden Prabowo Subianto, Dadang mengingatkan, "Jangan sampai kita negara lautan, tapi ikan dari Cina. Garam dari Inggris. Beras dari Thailand. Ini memalukan."
Untuk mencapai cita-cita kemandirian pangan, Dadang mendorong kolaborasi pentahelix (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, komunitas, dan media) dalam semangat Sabilulungan (gotong royong) untuk membangun ketahanan pangan menuju Indonesia Emas 2045.
Dengan sinergi nyata dari pusat hingga daerah, Dadang optimistis bahwa Indonesia bisa menjadi lumbung pangan dunia, bukan sekadar mimpi.
(Red).