Bandung, 4 Oktober 2025 – Di tengah maraknya informasi digital yang kian rumit, generasi muda Indonesia, khususnya Gen Z, semakin rentan terhadap hoaks dan ujaran kebencian. Menyadari hal ini, Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat menggelar acara Pendidikan Politik dan Diskusi bertajuk "Peran Literasi Digital Politik untuk Tangkal Hoaks dan Ujaran Kebencian".
Acara yang berlangsung pada Sabtu sore (4/10) di Gedung Hanamas Cafe Kopi Warga, kawasan Dago, Bandung, ini dihadiri puluhan pemuda dan pemudi, mayoritas mahasiswa dari berbagai kampus di Jawa Barat.
Dengan dress code sederhana berupa atasan biru atau putih, acara ini menciptakan suasana santai namun penuh semangat. Peserta, yang didominasi Gen Z berusia 18-24 tahun, tampak antusias berdiskusi tentang bagaimana literasi digital bisa menjadi benteng utama melawan misinformasi.
Tema utama, "Peran Kesadaran Digital dan Sanksi Hukum dalam Pencegahan Hoaks serta Ujaran Kebencian", diselenggarakan oleh Badan Hukum DPW PAN Jawa Barat sebagai bagian dari upaya membangun demokrasi yang sehat. Acara dimulai pukul 15.00 WIB dan berlangsung hingga sore hari, dipandu oleh Bima Andika, seorang mahasiswa berpengalaman dalam kegiatan kepemudaan yang dikenal sebagai fasilitator diskusi efektif.Rd.
Susanti Komalasari, S.H., M.H., selaku penanggung jawab acara, membuka diskusi dengan pesan humanis yang menyentuh. "Dengan diselenggarakannya acara diskusi Gen Z ini, semoga kita selaku penggunanya harus lebih berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi," ujarnya dengan nada tegas namun empati, didampingi Syamsul Bachri Ambo Day, yang turut memoderasi sesi.
Susanti, seorang ahli hukum dengan latar belakang praktik di bidang pidana, menekankan pentingnya kesadaran diri di tengah banjir konten media sosial. Ia mengingatkan bahwa hoaks tidak hanya merusak opini publik, tapi juga bisa memicu konflik sosial yang nyata, terutama di kalangan muda yang aktif online.
Dua pemateri utama turut memperkaya acara. Ahmad Rizki Nurfadillah, S.H., M.H., advokat bersertifikat, menyajikan materi tentang sanksi hukum terhadap penyebar hoaks. "Literasi digital bukan hanya soal verifikasi fakta, tapi juga memahami konsekuensi hukum seperti Pasal 28 UU ITE yang mengatur ujaran kebencian," jelas Rizki, yang dikenal aktif dalam konsultasi hukum digital. Ia berbagi kisah nyata bagaimana hoaks pemilu 2024 memengaruhi kepercayaan masyarakat, mengajak peserta untuk menjadi "pemburu fakta" yang bertanggung jawab.
Sementara itu, pemateri kedua, Raygi Januari, seorang aktivis digital muda dengan pengalaman di komunitas literasi online, membahas peran Gen Z dalam pencegahan. "Kita harus kritis: cek sumber, konteks, dan motif di balik berita. Hoaks sering dimanfaatkan untuk polarisasi politik," katanya, mengembangkan poin tentang etika siber. Raygi, yang terlibat dalam kampanye anti-hoaks di media sosial, menyoroti data dari KPU RI yang menyebut literasi digital sebagai kunci tangkal misinformasi pemilu .
Acara ini bukan sekadar seminar, tapi ruang dialog yang menyentuh hati. Seorang peserta mahasiswi berbagi, "Saya sering ragu dengan berita viral, tapi hari ini saya belajar cara verifikasi agar tak ikut nyebar kebencian." DPW PAN Jawa Barat, yang baru saja mengonsolidasikan struktur organisasi , melihat inisiatif ini sebagai langkah strategis mendekatkan partai dengan Gen Z.
Menurut survei Litbang Kompas, partisipasi politik Gen Z mencapai 87% melalui pemilu, tapi hanya 2% yang aktif di partai—acara seperti ini bisa jadi jembatan.Literasi digital memang krusial di era ini. Penelitian dari Neliti menunjukkan bahwa kemampuan kritis bisa minimalisir hoaks hingga 70%, sementara jurnal Jurnal Ilmiah menekankan "swasensor" sebagai alat pencegahan .
Di Jawa Barat, di mana pengguna media sosial mencapai jutaan, upaya PAN ini relevan untuk cegah polarisasi. Namun, tantangan tetap: kesenjangan akses digital di daerah pedesaan.Acara ditutup dengan komitmen bersama: Gen Z siap jadi agen perubahan. "Lawan hoaks, bangun demokrasi yang inklusif," tutup Susanti. Inisiatif ini mengingatkan kita bahwa di balik layar gadget, ada tanggung jawab manusiawi untuk ciptakan ruang digital yang aman dan adil. Semoga diskusi seperti ini terus bergulir, membentuk generasi muda yang bijak dan empati.
AS