Langsung ke konten utama

"Tanah Carik Hilang, Apakah BPN Diam Dalam 20 Tahun Menunggu, ke Mana Hati Nurani?"


Bandung Barat, RIN - Tanah carik desa—tanah yang semestinya menjadi milik bersama untuk fasilitas publik, di Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat kini menjadi milik pribadi, lengkap dengan sertifikat yang entah bagaimana bisa terbit. Luasnya 2,75 hektare, dulunya diperuntukkan bagi kemaslahatan warga: aula, GOR, taman, atau ruang bersama. Kini, semua tinggal harapan.


Sejak tahun 2001, kasus ini bergulir. Pemerintah desa sudah berkali-kali menyampaikan protes. Terakhir, surat resmi dilayangkan ke Kepala Kantor BPN Bandung Barat tertanggal 25 Februari 2025. Namun seperti biasa, birokrasi menjawab dengan senyap. Tidak ada balasan. Tidak ada tindak lanjut. Tak lebih dari ruang sunyi bernama “koordinasi”.


Ketika wartawan menanyakan langsung ke staf BPN, jawabannya hanya klasik: "Masih dikoordinasikan dengan Kanwil Jawa Barat." Sudah berapa lama koordinasi? Tidak jelas. Apakah kepala kantor tahu? “Sepertinya belum.” Ini bukan jawaban. Ini penghindaran.


Masyarakat bertanya: bagaimana mungkin tanah desa bisa bersertifikat atas nama perorangan? Siapa yang menjual? Siapa yang memproses? Dan apakah ada unsur permainan kotor dari oknum pertanahan pada masa lalu? Dugaan itu makin menguat karena lambannya penyelesaian dan diamnya instansi.


Dua dekade adalah waktu yang cukup untuk membangun sebuah kota, ini hanya tanah yang ada di desa, hanya sekadar menyelesaikan sengketa tanah. Tapi kenyataannya, rakyat hanya dituntut sabar sementara birokrasi bersembunyi di balik meja rapat dan istilah “prosedur”.


Ini bukan soal administrasi. Ini soal keadilan dan itikad baik. Jika BPN memang serius melayani, mengapa tidak bisa menyelesaikan satu kasus selama 20 tahun?


Karena itu, publikasi adalah jalan terakhir. Biar masyarakat luas tahu, biar pejabat pusat turun tangan. Karena di balik sertifikat itu, ada hak rakyat yang dirampas, dan diamnya BPN hanya memperpanjang penderitaan warga.


Jika negara tidak bisa menyelamatkan tanah rakyat, maka rakyat sendiri yang harus bersuara. Dan kali ini, kami memilih untuk bersuara lantang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tokoh Sunda Gelar Sawala Luhung, Soroti Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi sebagai 'Maung Sagara'

GARUT, 2 Juni 2025 – Para tokoh Sunda, termasuk Abah Kian Santang Majalaya (Ketua Padepokan Ngaji Diri Ngaji Rasa) dan Asep Sabda (Ketua Yayasan Sentral Kebudayaan Daerah SABDA) dari Garut, berencana menggelar Musyawarah Besar (Sawala Luhung) pada Mei 2025. Pertemuan ini akan fokus membahas fenomena kepemimpinan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang kerap menuai kontroversi, mulai dari penutupan tempat wisata yang dianggap melanggar tata ruang hingga penggunaan barak TNI untuk mendidik anak-anak bermasalah. Dalam keterangan pers, Asep Sabda mengungkapkan bahwa musyawarah ini akan mengkaji secara mendalam sosok Dedi Mulyadi yang digambarkan sebagai "Maung Sagara". Istilah ini merupakan kiasan yang menggabungkan simbol "Maung" (Harimau) yang melambangkan wibawa, keberanian, kekuatan, kekuasaan, dan mistik, dengan "Sagara" (Lautan/Samudra Luas) yang merepresentasikan kedalaman, ketidakterbendungan, dan misteri. "Kang Dedi Mulyadi adalah Maung Sagara. B...

Hibah PATAKA Kerajaan Pajajaran kepada Kang Dedi Mulyadi, Simbol Kebangkitan Sunda

Bogor, 14 Juni 2025 – Sebuah peristiwa bersejarah terjadi hari ini di Batu Tulis, Bogor, dengan disepakatinya hibah PATAKA (Bendera Perang) Kerajaan Pajajaran kepada Kang Dedi Mulyadi, yang kini menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat. Kesepakatan ini dicapai dalam sebuah Sawala Adat yang diprakarsai oleh Yayasan Sentral Kebudayaan Daerah SABDA, yang diketuai oleh Saudara Asep Sabda, dan Aliansi Komunitas Budaya Jawa Barat, yang diketuai oleh Abah Iman. Acara Sawala Adat ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Padepokan Aji Diri Aji Rasa Majalaya, Kabupaten Bandung, yaitu Aang Sancang dan Abah Mahpudin, serta Tokoh Adat Ci Mande Bogor, H. Asep Ci Mande. Pusaka dan PATAKA yang dihibahkan ini merupakan peninggalan bersejarah dari Kerajaan Sunda dan Kerajaan Pajajaran, yang berlokasi di Batu Tulis, Kota Bogor. Yang paling menarik perhatian adalah kehadiran PATAKA atau bendera perang dari masa Kerajaan Sunda dan Pajajaran, yang dalam bahasa Sunda diistilahkan sebagai "Muka Tutungkusan...

Kontes Ayam Hias Semarakkan Lapangan Pemkot Cimahi, Dorong Potensi Ekonomi Kerakyatan

Cimahi, 14 Juni 2025 – Ratusan penggemar ayam hias memadati Lapangan Pemkot Cimahi hari ini untuk mengikuti Kontes Ayam Hias Piala Walikota Cimahi. Acara ini secara resmi dibuka oleh Assisten III, Harjono, yang mewakili Walikota Cimahi. Turut hadir dalam pembukaan Kepala Dinas Pangan Pertanian yang di wakili, serta Camat Cimahi Utara, Ruly. Dalam sambutannya, Harjono menyampaikan permohonan maaf atas ketidakhadiran Walikota Cimahi karena kesibukan lain. Ia menyambut baik kegiatan ini dan berharap kontes ayam hias dapat terus berkembang serta semakin memajukan dunia ayam hias di Cimahi dan sekitarnya. "Alhamdulillah, Cimahi hari ini di tengah berbagai kegiatan, salah satunya dimeriahkan dengan kontes ayam," ujar Harjono saat membuka acara. Harjono menjelaskan bahwa kontes ini tidak hanya mempertandingkan ayam hias, tetapi juga beberapa jenis ayam lain seperti ayam Pelung. Ia juga menyampaikan terima kasih atas dukungan dari Kepala Dinas Provinsi serta para sponsor dari Pokn...